Berkembangnya zaman menjadi faktor utama lunturnya tradisi anak-anak bermain dengan teman sebayanya. Dahulu, permainan seperti lompat tali, egrang, petak umpet, dan lain sebagainya sangat familiar di tengah kehidupan anak-anak, khususnya di daerah pedesaan. Akan tetapi, kini berbagai permainan tersebut justru sangat asing. Bukan hanya di daerah perkotaan, namun juga di pedesaan.
Perubahan yang terjadi diatas bukan tanpa sebab. Globalisasi memang membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia, namun setali tiga uang juga membawa pengaruh negatif di berbagai sektor kehidupan.
Salah satu yang terlihat nyata dari pengaruh negatif globalisasi yaitu adanya perubahan gaya hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif dan individualis. Dengan bantuan teknologi misalnya mempermudah dalam belanja karena cukup di rumah saja barang yang diinginkan segera datang. Kemudahan tersebut membuat membeli sesuatu bukan sebagai kebutuhan tapi menuruti keinginan sehingga lebih konsumtif.
Sedangkan gaya hidup individualis terlihat di kalangan masyarakat baik anak-anak maupun orang tua. Dahulu, kata individualis hanya kerap dihubungkan dengan karakteristik kehidupan masyarakat perkotaan. Namun kini, sifat individualis telah masuk dan menjangkiti masyarakat di pedesaan. Salah satu penyebab gaya hidup individualis sendiri adalah rasa candu ketika bermain gadget (gawai), sehingga pengguna enggan untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Hal inilah yang berakibat lunturnya tradisi anak-anak bermain dengan teman sebayanya. Kebanyakan mereka lebih tertarik memainkan game online daripada bermain di dunia nyata seperti permainan petak umpet dan lain sebagainya. Perubahan gaya hidup individualis juga semakin tinggi karena dampak pandemi Covid-19 pada 2020 silam. Semua hal tersebut yang mendasari seorang pria bernama Achmad Irfandi mulai tertarik untuk mencetuskan sebuah Kampung Lali Gadget di daerah Sidoarjo, Jawa Timur.
Perjalanan Achmad Irfandi Menggagas Kampung Lali Gadget
Melihat semakin maraknya anak-anak yang merasa candu dengan bermain gadget, Acmad Irfandi mulai tergerak untuk menginisiasi Kampung Lali Gadget (KLG). Mengapa mengambil nama Kampung Lali Gadget? Lali sendiri dalam bahasa Jawa berarti lupa. Tujuan Irfandi mencetuskan KLG adalah agar anak dapat lali (lupa) dengan gadget, walaupun hanya sejenak dan bisa kembali bersosialisasi di dunia nyata dengan banyak orang.
Tujuan lainnya adalah agar para anak dapat merasakan kembali indahnya bermain tradisional, yang sebelumnya hampir memasuki masa punah. Achmad Irfandi menciptakan KLG ini di Dusun Bander Desa Pagarngumbuk Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
KLG ini ada sejak 2018 silam. Ide berdirinya KLG tidak lepas dari seorang teman mengunjungi Irfandi di kampungnya. Maksud kedatangan seorang teman tersebut adalah untuk mengajak Irfandi mengadakan kegiatan literasi untuk anak-anak, seperti, menggambar, mewarnai, melukis, dan lain sebagainya.
pict : reynard arkanafreda |
Setelah temannya melakukan kegiatan tersebut, Achmad Irfandi merasa tertarik untuk melanjutkan membuat permainan bersama anak-anak, karena menurutnya hal tersebut merupakan keseruan tersendiri. Apalagi dilingkungannya banyak anak yang terpaku dengan gadget.
Dua bulan kemudian, Achmad Irfandi kembali mengumpulkan anak-anak untuk diajak bermain permainan tradisional. Tak disangka-sangka, kegiatan tersebut mendapat respon positif dari para warga dan anak-anak. Banyak warga yang mulai tertarik untuk mendukung kegiatan ini, bahkan juga mulai ikut berdonasi. Karena sejak awal kegiatan ini dicetukan, semua pembiayaan bersumber dari Achmad Irfandi sendiri, tim, an juga bantuan swadaya dari Masyarakat. Kegiatan ini terus dilanjutkan hingga saat ini, oleh Irfandi dan tim.
Dari Lali Gadget Menjadi Aktif dan Kreatif
Mengembangkan KLG seperti sekarang hingga banyak dikenal orang tentu tak mudah. Tantangan terbesarnya yaitu harus meyakinkan orang tua dan anak- anak tentang gagasannya serta menyadarkan akan bahaya gadget. Atas kerja keras dan kegigihannya ia pun mendapatkan dukungan dari masyarakat
Awalnya KLG hanya ditujukan untuk warga sekitar saja. Kegiatan-kegiatan awal KLG ini berbentuk event dua bulan sekali, yang diikuti oleh banyak anak. Selanjutnya ia pun mengembangkan KLG dengan membuat program yang menarik siapapun untuk ke KLG antara lain menghadiran permainan tradisional, berkebun hingga membuat kerajinan tangan.
Didalam KLG ini dihadirkan berbagai macam permainan anak-anak yang sempat ditinggalkan, seperti lompat tali, egrang, pathil lele, dan lain sebagainya. Berbagai permainan tersebut juga merupakan sumbangsih berupa buah pikir dari warga sekitar Desa Pagerngumbuk, yang masih banyak menyimpan memori permainan-permainan tradisional.
Selain bermain permainan tradisional, di KLG anak- anak juga bisa membuat hasil karya yang dibawa pulang seperti membuat boneka dari daun pisang, senapan dari pelepah pisang, menganyam daun pisang dan lainnya sesuai imaginasi anak- anak. Tim Kampung Lali Gadget dengan sabar akan mendampingi anak- anak membuat hasil karya tersebut.
Di KLG ini anak- anak benar- benar lali gadget. Mereka akan menitipkan gadget yang dimilikinya selama mereka mengikuti berbagai kegiatan disana. Mereka bisa saling berinteraksi dengan anak lainnya, tertawa lepas juga berlarian. Bisa juga mereka membuat hasil karya sesuai keinginan mereka dan team KLG akan menfasilitasinya.
Tidak hanya memainkan permainan tradisional, anak- anak di KLG pun diajarkan untuk saling berinteraksi satu dengan lainnya serta ditanamkan untuk menghargai dan menjaganya. Disini juga dikenalkan aneka budaya yang ada di Indonesia serta penanamana nilai Pancasila sejak dini.
Tidak mengherankan, banyak hal positif yang ada di KLG ini masyarakat pun antusias menyambutnya, Bahkan seiring berjalannya waktu, KLG berhasil mendatangkan pengunjung untuk berwisata edukasi baik dari Sidoarjo sendiri dan juga luar daerah.
Tidak Hanya Berdampak Bagi Anak, KLG juga Berdampak ke Masyarakat
Manfaat besar dengan adanya KLG ini bukan hanya dirasakan anak- anak khususnya yang ada di sekitar KLG, tetapi juga masyarakat setempat. Anak- anak memiliki wadah untuk menyalurkan kreatiitasnya dengan bermain dan membuat aneka mainan tradisional. Anak- anak menjadi kreatif membuat berbagai mainan dari benda yang ada disekitarnya.
Sedangkan untuk masyarakat sekitar, keberadaan KLG menjadi sumber ekonomi baru. Mereka dapat berjualan aneka jajanan di sekitaran KLG. Selain itu, di masa pandemi tahun 2019 keberadaan KLG berkontribusi besar pada masyarakat sekitar. KLG memberdayakan masyarakat terdampak pandemi dengan proram pembuatan 6000 faceshield, memberikan bantuan paket sembako hingga secara rutin melakukan disinfeksi ke rumah warga di sekitaran KLG.
Kini Kampung Lali Gadget bukan lagi kegiatan yang Achmad Irfandi kelola sendiri, tapi sebuah yayasan dengan pengurus lengkap termasuk Irfandi. Ia dan segenap pengurus berharap, kedepannya yayasan ini dapat berkembang menjadi sekolah kreatif yang bermanfaat bagi banyak anak lainnya. Sebagai inisiator KLG, pria yang kerap disapa Irfan tersebut mengaku penggunaan gadget juga masih perlu, dan bukan bermaksud untuk meninggalkan gadget selamanya. Hanya saja yang dimaksudnya adalah menyeimbangkan antara penggunaan gadget dan budaya bermain mainan tradisional bagi anak-anak.
Berkat rasa pedulinya yang tinggi untuk menangkal anak- anak dari kecanduan gadget hingga komitmennya mengenalkan budaya bangsa kepada generasi muda, pria lulusan S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya (tahun 2016) dan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (tahun 2021) pantaslah mendapatkan berbagai penghargaan. Selain dianugrahi sebagai Pemuda Pelopor Sidoarjo pada tahun 2017/2018, dan Pemuda Pelopor Jawa Timur pada tahun 2020/2021 Achmad Irfandi juga menerima apresiasi Satu Indonesia Award pada tahun 2021.
Posting Komentar
Posting Komentar