Ancaman krisis bahan pangan lokal kini kian terlihat nyata. Terlebih masa pandemi di tahun 2019 karena adanya pembatasan membuat banyak daerah kekurangan akses mendapatkan makanan. Khususnya di daerah perkotaan yang memang terbatasnya lahan pertanian dan semakin jarangnya profesi petani. Hal inilah yang mendasari Vania Febriyantie, seorang wanita 30 tahun itu tergerak menginisiasi komunitas yang berkonsentrasi dibidang pertanian dengan nama Komunitas Seni Tani
Siapa Vania Febriyantie?
Vania Febriyantie adalah seorang alumni dari Universitas Pendidikan Indonesia jurusan biologi yang peduli akan nasib pertanian di Indonesia. Namanya mulai populer tatkala ia mendirikan sebuah Seni Tani pada saat pandemi menerjang negeri ini. Wanita kelahiran Lhokseumawe Aceh, 24 Februari 1993 ini memang tertarik dengan dunia pertanian sudah sejak lama.
Mengenalkan Urban Farming Melalui Seni Tani
Perjalanan panjang Komunitas Seni Tani berawal dari keresahan Vania Febriyantie Pandemi Covid-19 dimana terjadi kelangkaan bahan makanan sehat di sekitar tempat tingganya. Ia melihat jadinya panic buyying terutama untuk bahan sayuran.
Disisi lain, ia melihat adanya peluang untuk mengembangkan sistem pertanian di daerah yang ditempatinya kala itu, yakni di area Arcamanik, Bandung dimana banyak lahan lahan non produktif. Ia pun berinisiatif menggarap lahan tersebut serta memanfaatkan kondisi masyaraka sekitar yang banyak di rumah akibat pandemi. Selain bisa menghasilkan bahan makanan khususnya sayuran, kegiatan urban farming yang dilakukan Vanie tersebut juga sebagai olahraga warga agar berkeringat serta terkena cahaya matahari secara langsung.
Awal mulanya, para anggota dalam komunitas Seni Tani adalah orang-orang yang aktif dalam Komunitas Seribu Kebun, termasuk Vania sendiri. Komunitas Seribu Kebun ini bertujuan mewadahi dan mengembangkan minat bakat orang-orang yang mempunyai ketertarikan dalam ilmu pertanian. Selain itu juga bertujuan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan terkait ilmu pertanian.
Dengan mewadahi orang-orang yang mempunyai ketertarikan tersebut, yang diharapkan adalah bertambahnya relasi antar petani khususnya yang ada di perkotaan dan terjadi pengembangan penghasilan bagi sebagian orang, khususnya di era pandemi Covid-19 yang telah lalu.
Banyak kemaanfaatan yang didapatkan dengan bergabung dengan Seni Tani. Tidak mengherankan dalam waktu cepat, komunitas Seni Tani sudah beranggotakan 90 orang dengan 5 orang sebagai penggerak utama.
Dasar Pembentukan Komunitas Seni Tani
Sebenarnya ada beberapa hal yang mendasari terciptanya komunitas ini, diantaranya adalah
- Terdapat lahan kosong yang dirasa kurang efisien dalam pemanfaatannya. Lahan ini terdapat diwilayah Arcamanik, khususnya di Kelurahan Sukamiskin
- Sebagai daerah yang sebagian besar kebutuhan pangannya masih dipasok dari luar negeri, muncul keinginan untuk peningkatan produksi dan kualitas bahan pangan lokal
- Membuka peluang kerja bagi para pemuda yang membutuhkan lapangan pekerjaan, khusunya di era pandemi Covid-19. Karena berdasarkan riset dari pengamatan di sosial media, tidak sedikit pemuda yang depresi dikarenakan sulitnya mendapat lapangan pekerjaan.
Misi Komunitas Seni Tani
Sesuai dengan hal-hal yang mendasari terbentuknya Komunitas Seni Tani, beberapa misi dari komunitas ini antara lain:
- Terciptanya petani baru yang dapat mengelola lahan kosong di wilayah perkotaan sehingga akan menciptakan akses bahan pangan yang dekat dan sehat;
- Memberi wadah untuk para pemuda yang baru lulus SMA dan belum dapat berkuliah untuk ikut serta dalam komunitas Seni Tani ini, yang mana hasil dari panen pada perkebunannya akan didistribusikan melalui mekanisme CSA (Community Supported Agriculture).
CSA sendiri adalah jenis pemasaran lansung dimana produsen dan konsumen langsung bertemu sehingga tercipta sistem pangan yang lebih dekat. Dengan sistem CSA ini memungkinkan konsumen berlangganan langsung hasil panen.
Seperti di Komunitas Seni Tani ini misalnya, setiap hari Senin Vania dan Tim memperkirakan jumlah dan jenis komoditas apa saja yang akan di panen pada hari Rabu. Setelah itu di hari Selasa mereka mulai menghubungi konsumen dan membuka pesanan. Sedangkan di hari Kamisnya, mereka langsung mendistribusikan hasil komoditas yang telah dipanen pada hari Rabu. Menurut penuturan Vania, jumlah ideal konsumenya adalah mencapai 300 keluarga, dan Alhamdulillah Vina bersama timnya dapat mencover kebutuhan tersebut.
Fokus Pengembangan Seni Tani
Tidak muah memang mengembangkan urban farming di wilayah perkotaan. Tentu banyak tantangan dan hambatan yang Vania temui. Meskipun begitu, Vania dan kawan-kawannya tak menyerah. Ia pun mengfokuskan pengembangan Seni Tani di 3 bidang utama yakni: lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pada bagian lingkungan, Vania ingin mengajak kawan-kawan komunitas Seni Tani untuk memanfaatkan lahan tidur milik pemerintah di area Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di wilyah Arcamanik, Bandung. Di sepanjang area SUTT tersebut Komunitas Seni Tani menerapkan praktik Bertani urban farming yang memanfaatkan sumber daya sekitar untuk mengembangkan lahan sebagai kebun pangan dengan metode pertanian organik. Urban farming sendiri memiliki makna konsep bercocok tanam di lingkungan perkotaan baik kota besar maupun kota kecil.
Pada bagian sosial, Seni Tani bergerak mengajak para pemuda untuk ikut serta dan andil dalam beberapa kegiatan, seperti penyuluhan urban farming dan lain sebagainya. Sedangkan pada bagian ekonomi, Seni Tani berusaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pemuda sehingga memberikan dampak positif berupa kemandirian sertajaminan pendapatan melalui sistem CSA yang mereka terapkan pada penjualan hasil pertanian. Selain itu menurut Vania, kegiatan pertanian itu tidak boleh sampai mencemari lingkungan, juga harus lebih berkesinambungan.
Terus Kemana Mendistribusikan Hasil Panen Seni Tani?
Bisa dibilang inilah hebatnya Seni Tani. Selain menghasilkan sayuran organik berkualitas, Seni Tani sudah memiliki markett tersendiri untuk hasil panennya. Hasil dari pertanian Seni Tani langsung distribusikan ke beberapa mitra Seni Tani terutama bagi para anggota CSA yang rata-rata setiap bulannya berjumlah kurang lebih 20 orang.
Lebih kerennya lagi, Seni Tani sudah menghasilkan kompos sendiri, untuk memanfaatkan sampah-sampah hijau dan coklat yang terdapat di sekitar lingkungan. Jumlah kompos yang sudah berhasil dibuat adalah sekitar 2.268 kg kompos. Seni Tani ini juga membantu beberapa kedai kopi untuk memanfaatkan ampas kopi sebagai salah satu bahan kompos yang hingga kini ampas kopi yang dihasilkan sudah mecapai 560 kg.
Keberhasilan Vania dan tim Seni Tani untuk mengangkat tren urban farming, mulai terlihat dengan adanya 7 orang sebagai petani muda utama untuk mengelola lahan yang dulunya kosong menjadi lahan yang menghasilkan sayuran sehat untuk Masyarakat. Hingga kini, sayuran yang dihasilkan oleh Komunitas Seni Tani adalah sekitar 303.843 kg sayuran hijau. Vania juga menyebutkan bahwa jika pesanan melebihi kapasitas, maka Tim Seni Tani bekerja sama dengan kelompok pertanian lainnya untuk memenuhi permintaan.
Mendapatkan Berbagai Penghargaan
Meningkat urban farming khususnya di anggota Seni Tani dapat disimpulkan usaha Vania dan Tim Seni Tani tidaklah sia- sia. Masa pandemi Covid-19 pada 2020 silam juga merupakan pemicu berhasilnya kegiatan Seni Tani. Sehingga pada tahun 2021, Vania mendapatkan penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia dengan kategori “Pejuang tanpa pamrih di masa pandemi Covid-19”. Sebelumnya Vania juga sempat memperoleh penghargaan sebagai Women’s Earth Alliance pada 2020, dan juga mendapat penghargaan pada Australia Awards 2022. Ia juga sempat menjadi salah satu peserta kursus singkat untuk sistem pertanian berkelanjutan.
Posting Komentar
Posting Komentar